ARSENAL DAN MASA TRANSISI
Hari Sabtu yang cerah tanggal 23 Oktober 1999 di Stadion Stamford Bridge London, Liga Primer Inggris menggelar pertandingan antara Chelsea menjamu Arsenal. Di babak pertama, pertandingan berjalan cukup sengit. Chelsea unggul dahulu melalui Tore Andre Flo yang berhasil menyundul umpan silang yang dikirim Dan Peterscu dari half-space kiri pertahanan Arsenal. Tiada gol yang tercipta lagi sampai jeda. Di awal babak kedua, Chelsea kembali menekan. Di menit ke-52 berawal dari free-kick dan sedikit kemelut, Graeme Le Saux mengirim umpan silang yang tidak terlalu tinggi, lalu Peterscu yang sebelumnya membuat assist langsung menanduk bola. Bola menghujam gawang Seaman untuk kedua kali. Skor 2-0 untuk Chelsea.
Arsenal mampu menyikapi dengan baik. Meriam London langsung menyerang dengan umpan-umpan pendek. Menit ke-75, Marc Overmars memberi umpan bawah pada Kanu yang membelakangi gawang Chelsea. Kanu menghentikan bola, lalu berbalik di depan para bek Chelsea, dan menembak bola. Bola menyusur tanah menuju kiri bawah gawang Chelsea yang dikawal Ed de Goey. Barisan bek Chelsea terlambat menutup ruang tembak Kanu. Goey tidak mampu menggapainya, terjadilah gol. Skor 2-1 masih untuk Chelsea.
Tidak lama kemudian, Arsenal kembali menyerang setelah Overmars menyergap bola dari jalur umpan para pemain Chelsea. Sedikit kerja sama dengan Lee Dixon, Overmars mengirim crossing mendatar ke Kanu yang sudah menunggu di kotak penalti Chelsea. Kanu yang membelakangi gawang menerima bola lalu mendorong bola sedikit ke depan gawang Chelsea agak ke kiri, kemudian langsung menembak ke tiang dekat gawang Chelsea. Goey terkejut dan refleknya terlambat. Gol kembali untuk Arsenal di menit ke-83. Skor kini imbang 2-2. Skor berbalik 3-2 untuk keunggulan tim tamu di menit 90. Skor bertahan hingga peluit akhir.
Kita maju ke tahun 2008. Arsenal lolos ke babak 16 Besar Liga Champions. Dari hasil undian, Arsenal bertemu AC Milan, juara bertahan Liga Champions. Leg pertama digelar di Stadion Emirates―markas Arsenal―terlebih dahulu. Diharapkan Arsenal mendapat kemenangan setidaknya selisih 1 gol, berhubung kiper andalan Rossoneri Nelson Dida tidak bisa bermain akibat cedera. Ternyata leg pertama yang dilaksanakan tanggal 20 Februari 2008 itu berakhir imbang 0-0. Leg kedua skor 0-2 untuk Arsenal bertahan hingga peluit akhir. Arsenal lolos ke perempat final mengalahkan juara bertahan Liga Champions. Arsenal menjadi tim Inggris pertama yang mengalahkan AC Milan di San Siro. Menyenangkan sekali rasanya.
Banyak pemain-pemain andalan The Gunners dilego ke klub lain utuk melunasi hutang pembangunan Emirates Stadium. Emanuel Adebayor, Samir Nasri, Gael Clichy (Manchester City), Cesc Fabregas, Alex Song (Barcelona), Robin Van Persie (Manchester United), dan masih banyak lagi. Sebagai gantinya Arsenal hanya merekrut pemain-pemain muda, seperti Marouane Chamakh, Aaron Ramsey, Andrei Arshavin, dan Wojciech Szczęsny. Biaya pembangunan Emirates Stadium mencapai 390 juta poundsterling. Arsenal mendapatkan tambahan 100 juta pounds dari Emirates Airlines sebagai hak penamaan stadion. Granada Media mengambil lima persen saham klub dengan menginvestasikan sebesar 47 juta poundsterling. Lalu kerja sama dengan apparel Nike yang dilaporkan mencapai 130 juta pounds. Sisanya berasal dari pinjaman bank. Pinjaman inilah yang perlu dilunasi.
Awal musim 2013-2014, Arsenal menyatakan sudah melunasi biaya pembangunan Stadion Emirates, sehingga mulai berani mengejar pemain-pemain dengan banderol mahal. Lambat laun Wenger mulai kesulitan dalam bersaing di Liga Primer. Tidak hanya bersaing memperebutkan gelar juara, 4 besar saja sudah ngos-ngosan. Taktik dan strategi Wenger mulai terbaca lawan. Lawan tinggal bertahan, lalu melancarkan serangan balik dan mencetak gol. Transisi menyerang ke bertahan menjadi masalah utama. Bermain dengan gaya yang sama selama 22 tahun membuat lawan mulai mengenali pola permainan dan rencana-rencana Wenger selama pertandingan, sehingga lawan semakin mudah untuk mengantisipasinya. Saat Britania Raya kedatangan Juergen Klop lalu Pep Guardiola, Wenger semakin kesulitan bersaing. Wenger tidak mampu beradaptasi dengan sepak bola modern yang semakin dinamis. Setelah desakan fans dan manajemen, akhirnya Arsene Wenger resmi mundur di akhir musim 2017-2018. Sebuah momen mengharukan yang harus dilakukan, demi kebaikan klub yang sudah Wenger besarkan seperti anak sendiri.
Zaman semakin menantang dan dinamis, menuntut Arsenal untuk berkembang lebih baik lagi. Mulai banyak rumor pelatih setelah Wenger meninggalkan jabatannya. Unai Emery yang akhirnya menggantikan Le Professeur di kursi kepelatihan. Musim pertama kepelatihan Emery cukup menjanjikan dengan sempat mengukir 22 pertandingan tanpa kekalahan di semua kompetisi, mengakhiri liga di posisi ke-5 satu strip lebih tinggi dari musim sebelumnya, hingga mencapai final Liga Eropa. Seiring waktu kondisi tim tidak baik ditambah kekalahan 1-2 dari Eintracht Frankfurt di Liga Europa, manajemen Arsenal memecat Unai Emery setelah 18 bulan mengabdi di Emirates Stadium. Tonggak kepelatihan selanjutnya diserahkan kepada Mikel Arteta. Sejauh ini sudah membukukan 8 kemenangan, 5 hasil imbang, dan 2 kekalahan di semua kompetisi. Arsenal bertengger di peringkat 9 klasemen. Patut ditunggu kelanjutan Arsenal di bawah Arteta.
Kini Arsenal sedang mengalami masa transisi. Masa ketika sebuah tim sepak bola berusaha mengembangkan timnya menjadi lebih kuat lagi. Di situ ada berbagai macam proses yang terasa pahit, namun banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Tim yang sedang mengalami masa transisi perlu mempelajari banyak hal untuk menjadi lebih kuat. Sebagai contoh ketika Arsenal takluk dari Olympiakos Piraeus di 32 besar Liga Eropa. Arteta kebingungan menghadapi tim yang bertahan ala parkir bis. Arteta yang masih ‘bau kencur’ alias minim pengalaman perlu banyak belajar. Mungkin dari Pep Guardiola yang menjadi gurunya dahulu, atau klub lain yang lebih sukses. Klub lain? Ya, tentu saja. Kita bisa mengambil hal-hal baik dari klub lain, yang tidak berbenturan dengan nilai-nilai yang ada di dalam Victoria Concordia Crescit. Hal-hal yang tidak sesuai tidak usah diikuti, ambil baiknya dan buang buruknya.
Mungkin Arsenal harus berguru dengan Liverpool dan Lazio untuk sabar dan belajar akan masa transisi ini. Mau tahu kenapa alasannya harus beguru dengan kedua tim tersebut? Tunggu artikel Part II ya.
Bagus banget artikelnya bang
BalasHapus