MELIHAT POTENSI LULUSAN HALE END ACADEMY
Bisa dibilang musim lalu adalah musim yang sangat menyakitkan untuk Arsenal. bagaimana tidak, Arsenal untuk pertama kalinya dalam 25 tahun terakhir keluar dari enam besar Premier League. Namun, dibalik kekacauan yang ada tentu ada hikmah yang dapat kita petik. Ya, musim lalu merupakan musim terbaik untuk para punggawa muda Arsenal. Dibalik inkonsistensinya performa Arsenal, momentum itu dimanfaatkan ‘The Young Guns’ untuk unjuk kebolehan ketika dipilih dalam starting line-up. Ditambah pemadatan jadwal dikarenakan pandemi Corona membuat Arteta harus sering-sering merotasi pemainnya agar tetap bugar. Hal itu membuat para pemain muda Arsenal mendapat jatah bermain minimal 1000 menit di musim lalu. Hal ini juga menandakan bahwa Arteta sudah mulai mempercayai pemain mudanya untuk turun membela tim London Utara, bahkan sebagian pemain sudah dipercaya turun di pertandingan-pertandingan penting.
Kebanyakan pemain ini berasal dari Hale End Academy. Untuk yang belum tahu Hale End Academy adalah akademi Arsenal yang berpusat di London. Bisa dibilang untuk musim lalu merupakan musim terbanyak Arsenal mengorbitkan pemain-pemain mudanya dari Hale End Academy. Nama-nama seperti Nelson, Niles, Willock, Nketiah dan Saka merupakan pemain yang malang melintang berada di skuad utama Arsenal di musim lalu. Sebelumnya sudah banyak pemain jebolan Hale End yang bersinar bersama Arsenal. Tentu banyak yang memberikan ekspetasi lebih untuk para pemain muda ini.
Alih-alih mendapat banyak dukungan tidak sedikit para penggemar Arsenal yang kurang percaya dengan pemain muda lulusan Hale End Academy. Mereka beranggapan pemain-pemain ini tidak dapat membawa Arsenal untuk bersaing di jalur juara. Bahkan kebanyakan dari mereka mencaci maki tanpa pandang bulu saat pemain muda ini melakukan kesalahan, terlebih dijadikan kambing hitam saat Arsenal meraih hasil negatif. Memangnya seburuk itukah pemain-pemain lulusan Hale End tahun lalu?
Reiss Nelson
Banyak fans yang memberikan ekspetasi lebih untuk diri Reiss Nelson. Setelah menjalani masa peminjaman yang cukup impresif bersama Hoffenhiem, banyak kalangan yang menilai bahwa ia siap untuk mengisi pos utama di skuad Arsenal. Bagaimana tidak, dalam masa peminjamannya, ia dapat mencetak tujuh gol dari 23 laga yang dijalaninya. Terlebih kala itu ia masih berusia 19 tahun, angka yang cukup impresif untuk anak seusianya.
Kembalinya Nelson ke Arsenal pun digadang-gadang memberi angin segar pada sisi sayap the Gunners. Sisi sayap Arsenal memang bisa dibilang kurang memberikan ancaman berarti di beberapa musim sebelumnya. Diperlukan pemain yang memiliki dua dimensi dalam penyerangannya. Tidak sekedar memberikan umpan-umpan diagonal saja, melainkan pemain yang dapat mengancam lini pertahanan lawan.
Melihat potensi dari Nelson dan kebutuhan tim yang membutuhkan penyerang dua dimensi, ia langsung diberikan kesempatan pada laga pembukaan musim 2019/2020 kontra Newcastle sejak menit pertama. Hal ini menunjukan pelatih kepala kala itu, Unai Emery, mulai percaya dengan kualitas Nelson. Namun, pada laga itu ia tidak bisa menonjolkan seluruh kemampuannya sehingga digantikan oleh Nicolas Pepe. Pada laga-laga selanjutnya pun Nelson tidak dapat memenuhi ekspetasi sebagai pemain sayap yang dapat mengancam gawang lawan. Hal tersebut memaksa Aubameyang ditempatkan pada sayap kiri lini penyerangan Arsenal. Hal ini dikarenakan tidak ada pemain sayap yang menjalankan tugas sebaik Aubameyang.
Untuk Nelson sendiri, ia lebih banyak memainkan laga dari bangku cadangan sepanjang musim 2019/2020. Dari 23 laga yang dijalaninya, ia memulai permainan dari bangku cadangan sebanyak 10 kali dengan torehan tiga gol dan tiga assist. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan performa impresif Aubameyang yang menorehkan 29 gol yang mana menempati posisi Nelson sebelumnya.
Ya tentunya tidak apple to apple membandingkan kedua pemain ini. Perbedaan jam terbang jadi faktor kunci dari perbandingan kualitas mereka. Namun satu yang perlu diingat, kepercayaan diri dari Nelson sangatlah luar bisa. Laga Comunity Shield kemarin misalnya. Di saat Arteta menanyakan siapa yang akan menendang penalti pertama kali, Nelson dengan sigap menawarkan dirinya. Ya, rasa percaya diri Nelson sangatlah tinggi, sebelum menendang pun ia menyempatkan untuk menjugling bola, menandakan tidak adanya tekanan pada dirinya. Untungnya tendangan pemuda London itu berhasil bersarang di gawang Alisson. Ya walaupun banyak yang meragukannya, tapi melihat kepercayaan dirinya yang tinggi tentunya menjadi modal bagus untuk laga kedepannya.
Ainsley Matlaind-Niles
Diisukan hengkang ke Wolverhampton pada bursa transfer musim panas ini, Maitland-Niles menyuguhkan performa impresif saat laga Comunity Shield Agustus lalu. Ya, ia dijadikan Wing Back kiri oleh Mikel Arteta di laga itu. Kepercayaan yang diberikan Arteta di bayar tuntas dengan gelar Community Shield dan Man of the Match, menandakan dirinya sudah siap menjadi bagian penting Arsenal di musim depan. Gelar Man of The Match sendiri didapatnya karena performa apik yang ia torehkan di laga itu. Dikutip Whoscored, Niles mendapat nilai 7,1 atas kontribusinya meredam sekaligus membongkar sisi kanan pertahanan Liverpool.
Sejak memulai debutnya di tahun 2014, bakat Maitland-Niles sudah terlihat. Ya, dia adalah pemain serba bisa atau disebut juga Vertisale. Layaknya Philipp Lahm dan Joshua Kimmich, Niles dapat diposisikan sesuai dengan kebutuhan klub. Bek kanan, gelandang bertahan, sayap kanan dan sayap kiri, semua bisa dilakukan dengan cukup baik oleh Matlaind-Niles.
Di musim lalu sendiri, ia kerap kali dijadikan pilihan utama di starting line up. Dari 33 laga yang ia jalani, 24 diantaranya dimulai dari awal laga. Penampilannya itu dibayar dengan torehan satu gol dan dua assist.
Walaupun memiliki potensi yang sangat menjanjikan, performa dari Niles sendiri masih angin-anginan. Hal itu membuat Arsenal mendatangkan Cedric Soares dari Southampton. Banyak yang berfikir karir Niles sudah usai di Arsenal. Kritik pun kerap ia dapatkan, bahkan dari legenda Arsenal sekalipun sepeti Martin Keown. Tidak kuat mendapatkan kritikan, Niles akhirnya buka suara tentang performanya yang inkonsisten. dikutip dari Sky Sports, ia beralasan performa buruknya dikarenakan tidak ditempatkan sebagaimana posisi aslinya, gelandang atau sayap. Namun dikarenakan dia seorang profesional tentu sudah sewajarnya ia memberikan apa yang ia bisa lakukan sesuai dengan kebutuhan timnya kala itu.
Kritik yang diberikan terhadap Niles nampaknya menjadi 'bahan bakar' untuk dirinya tetap maju. Performa apiknya saat melawan Liverpool adalah bukti dari kehebatan seorang Niles. Arteta pun nampaknya sudah menemukan posisi yang tepat untuk Niles di Arsenal, sebagai gelandang. Ini bagaikan berkah untuk Arsenal, mempunyai pemain serba bisa seperti Niles. Rasanya dengan bertahannya Niles di Arsenal, realisasi transfer Thomas Partey tidak akan berjalan dengan lancar. Secara, Niles memiliki atribut yang hampir sama dengan Partey. Dikutip Whoscored, Niles memiliki rata-rata tekel (2.1) per game yang sama baiknya dengan Partey (2). Dalam tolak ukur umpan ke daerah lawan pun Niles sedikit lebih baik (0.6) dibanding Partey (0.5). Yang membedakan hanya ada pada akurasi operan Partey yang lebih baik dibanding Niles. Tentu bila dilihat lebih jauh lagi, Niles masih bisa berkembang mengingat dirinya baru berusia 23 tahun.
Joe Willock
Banyak yang membanding-bandingkan kualitas Joe Willock dengan Mesut Oezil. Bagaimana tidak, saat Oezil ditepikan, Willock banyak mengambil peranan sebagai gelandang serang menggantikan Oezil. Namun seiring berjalannya waktu Willock mulai terpinggirkan oleh Unai Emery dan Ljungberg dikarenakan performanya yang naik turun. Namun di era Arteta ia banyak mendapat kesempatan walaupun sering memulai dari bangku cadangan.
Sebenarnya statistik dari Willock tidak buruk-buruk amat. Dari 44 laga yang dijalani, ia membukukan lima gol dan satu assist. Angka yang cukup menarik mengingat posisinya hanyalah sebagai gelandang. Ya tentu ihal itu masih jauh dari ekspetasi untuk menggeser posisi Oezil. Di liga sendiri statistik Willock kalah dari Oezil yang bahkan bermain lebih sedikit darinya. Dikutip dari one versus one, Oezil menciptakan dua (2) assist, sembilan (9) umpan kunci, dan 11 chance creation statistik yang lebih baik dibandingkan Willock (1 assist, 2 umpan kunci, 3 chance create).
Tentu menggeser Oezil diposisi gelandang serang masih jauh dari kata cukup, bahkan bukan tugasnya untuk melapisi keberadan Oezil. Ya dia adalah tipikal gelandang box to box bukan gelandang serang layaknya Oezil. Nilai lebih mungkin ada pada kemampuan bertahannya. Willock mencatat empat (4) blok, 45 tekel, delapan (8) duel udara, dan 31 intersep. Mungkin hal inilah nilai lebih dari Willock, dapat menyerang dan bertahan sama baiknya. Tidak seperti Oezil yang kurang memberikan kontribusi saat bertahan. Dalam sepakbola modern saat ini, seluruh pemain dituntut untuk melakukan segalanya secara bersama-sama. Tentunya Willock sangat tepat berada pada skema ini.
Eddie Nketiah
Nketiah sebenarnya baru bergabung dengan skuad utama di pertengahan musim lalu. Melihat krisis penyerang yang ada di Arsenal membuat Arteta memaksa Nketiah pulang dari masa peminjamanya di Leeds United.
Berkah bagi Nketiah, Lacazette yang sedang dalam performa kurang baik membuatnya menjadi langganan starting line-up selepas kembalinya ke Emirates Stadium. Di musim lalu, Nketiah bermain sebanyak 17 laga dengan torehan enam gol. Performanya ini terbilang menjanjikan mengingat ia baru masuk ke dalam skuad di pertengahan musim. Arteta pun tidak sungkan untuk memuji performa Nketiah. Dikutip dari Goal, ia berpendapat bahwa Nketiah merupakan pemain yang berkontribusi besar dalam cara bermain Arsenal.
Belum lama ini pun ia baru saja mencatatkan Hat-trick bersama timnas muda Inggris saat berlaga melawan Kosovo, Jum’at lalu. Untuk dirinya, ini merupakan kali kedua ia mencatatkan Hat-trick di ajang international usia muda. Sebelumnya ia mencatkan hal yang sama di laga kualifikasi Euro saat berhadapan dengan Austria pada Oktober tahun lalu.
Ya walaupun torehannya masih jauh dengan apa yang diberikan Lacazette, tentu hal ini merupakan tanda bahwa Nketiah merupakan pemain yang akan bersinar di masa mendatang.
Bukayo Saka
Dari semua pemain lulusan Hale End musim lalu, hanya Bukayo Saka yang tampil impresif di semua laga. Bersama Arsenal, ia mencatatkan empat gol dan 11 assist di sepanjang musim kemarin. Saka sendiri berposisi di posisi kiri permainan Arsenal. Bahkan sesekali ia ditempatkan di posisi penyerang kanan.
Rasanya tidak perlu dijelaskan secara gamblang performa Saka musim lalu. Dinobatkannya ia sebagai pemain muda terbaik Arsenal musim lalu tentu sudah menjadi pembuktian dari bagaimana kehebatan Bukayo Saka.
Hale End akademi tidak henti-hentinya menciptakan pemain berkualitas untuk Arsenal. Namun kebanyakan dari pemain muda ini banyak yang belum bisa menampilkan potensi terbaiknya. Optimisme harus ditanamkan bila kita lihat catatan-catatan dari performa pemain di atas. Kita tahu bagaimana tiap-tiap pemain ini memiliki kualitas untuk dapat membuat Arsenal berbicara lebih banyak di jalur juara. Ditambah dengan sentuhan Arteta, kita lihat saja bagaimana masa depan dari pemain muda di Arsenal.
Ditulis oleh: Robby Arsyadan